Rabu, 07 Desember 2011

Hijrah Rosulullah SAW dan Kebutuhan Negara Islam!

Tentu bukan tanpa alasan, kenapa Kholifah Umar bin Khoththob ra. menjadikan titik tolak kalender (penanggalan) untuk umat Islam adalah hijrahnya Rosulullah saw dari Mekkah ke Madinah. Perkara penting itu adalah bahwa hijrah Rosulullah SAW itu merupakan awal berdirinya Daulah Islam (Negara Islam) di Madinah yang dipimpin langsung oleh Rosulullah SAW.
Keberadaan Daulah Islam ini menjadi sangat penting dalam Islam. Pertama, untuk menerapkan seluruh syariah Islam. Rosululluh SAW tentu sangat paham, tanpa kekuasaan negara yang dimiliki sendiri oleh umat Islam, ajaran Islam tidak akan bisa direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jangankan untuk menjalankan syariah Islam, ketika di Mekkah- saat umat Islam belum memiliki kekuasaan- menunjukkan keislamannya saja sangat sulit. Para sahabat berhadapan dengan siksaan penguasa dzolim jahiliyah saat itu. Seperti yang dialami Bilal bin Rabah ra dan keluaga Ammar bin Yasir ra.
Hal ini merupakan konsekuensi dari ajaran Islam yang merupakan agama yang komprehensip yang mengatur seluruh aspek kehidupan mulai dari individu, keluarga hingga urusan-urasan ke masyarakatan. Islam bukan hanya berisi nasehat atau anjuran. Namun syariat Islam merupakan pedoman hidup yang diwujudkan berupa aspek hukum (syariah Islam). Semua itu tentu saja membutuhkan otoritas kekuasaan negara untuk menerapkannya berupa Daulah Islam (Khilafah Islam).
Bagaimana mungkin hukum-hukum uqubat (sanksi) dalam Islam seperti potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, bisa dilaksakan tanpa otoritas negara. Semua proses hukum tentu harus lewat keputusan pengadilan negara yang sah. Hakim atau qodhi nya juga haruslah merupakan aparatur negara yang diangkat oleh kholifah.
Imam Abul Qasim An-naisaburi Asy-syafi’i dalam Tafsir An-naisaburi (juz/ 5 hal 465) menjelaskan wajibnya ada Imam/kholifah sebagai konsekuensi menjalankan kewajibaan menjalankan hukum Islam. Saat menjelaskan perintah al Qur’an Surat an Nuur : 2 untuk menjilid pezina (fajliduu), beliau menulis : “…umat telah sepakat bahwa yang menjadi obyek khitab (”maka jilidlah“) adalah imam. Dengan demikian mereka berhujjah atas wajibnya mengangkat imam. Sebab, apabila suatu kewajiban itu tidak sempurna tanpa adanya sesuatu tersebut maka ada sesuatu tersebut menjadi wajib pula”.
Penetapan mata uang yang wajib berdasarkan emas dan perak berupa dinar dan dirham, tentu harus melalui otoritas negara. Demikian juga dibutuhkan otoritas negara bagi pengaturan pemilikan barang tambang yang jumlahnya melimpah yang merupakan milik rakyat (milkiyah ‘amah). Negara harus mencegah individu atau swasta apalagi asing memiliki hal itu. Negerapun wajib mengelolanya dengan baik untuk kepentingan masyarakat.
Demikian juga syariat Islam yang lain yang berkaitan dengan persoalan-persoalan kemasyarakat. Adalah kewajiban negara untuk menjamin menjamin kebutuhan pokok tiap individu masyarakat sepert sandang dan pangan, pendidikan dan kesehatan gratis untuk rakyat. Menggerakkan ekonomi riil, melarang riba, melarang penimbunan emas , dan lainnya. Semuanya tentu membutuhkan otoritas negara.
Karena itu adalah hal mustahil seluruh syariah Islam bisa diterapkan tanpa adanya otoritas negara. Dengan catatan, tentu bukan sembarangan negara, tapi negara yang berdasarkan Islam. Dengan pilar pentingnya kedaulatan di tangan hukum syara’ (as-siyadah lil syar’i) dan kewajiban membai’at seorang pemimpin bagi seluruh dunia Islam. Mustahil seluruh syariah Islam diterapkan kalau negaranya bukan berdasarkan Islam yang dikenal juga sebagai Khilafah Islam.
Dari sini bisa kita paham kenapa Rosulullah SAW sangat gigih menyampaikan dakwah Islam untuk membangun kesadaran masyarakat bagi tegaknya masyarakat Islam. Dan juga kenapa Rosulullah SAW bersungguh-sungguh melakukan aktifitas tholabun nushroh (upaya meminta dukungan politik). Mendatangani pemimpin-pemimpin kabilah, agar kemudian mereka yang memiliki kekuasaan ril (ahlul quwwah), lewat proses dakwah memeluk agama Islam dan Rosulullah SAW pun meminta mereka -yang telah memeluk agama Islam itu- untuk mau menyerahkan kekuasaan yang mereka miliki untuk tegaknya ajaran Islam. Tanpa syarat apapun kecuali demi kemuliaaan Islam !Sampai akhirnya pemimpin qabilah Madinah (Aus dan Khozraj) bersedia dipimpin oleh Rosulullah SAW sebagai kepala negara di Madinah.
Kedua, daulah Islam mutlak dibutuhkan untuk kesatuan umat Islam dan melindungi umat Islam. Kesatuan umat pastilah membutuhkan kesatuan kepemimpinan (imamah) dan kesatuan sistem (nidzom). Tidak mungkin umat ini bersatu secara politik, kalau tidak memiliki pemimpin yang satu dengan aturan yang satu yakni syariah Islam. Rosulullah SAW dengan tegas menyatakan kewajiban kesatuan kepemimpinan ini, dengan memerintahkan membunuh siapapun yang mengaku-ngaku kholifah padahal kholifah sudah ada.
Rosulullah SAW bersabda : Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya (HR Muslim).Berkaitan dengan kewajiban kesatuan kepemimpinan ini Syaikh Abdurrahman al Jazairi dalam Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah menulis : “Imam mazhab yang empat sepakat bahwa tidak boleh kaum Muslim pada waktu yang sama di seluruh dunia mempunyai dua Imam (Khalifah)
Walhasil, peristiwah hijrahnya Rosulullah SAW ke Madinah, bukanlah perkara biasa. Namun merupakan buah dakwah Rosulullah SAW selama ini, untuk menyadarkan masyarakat dan mendapat dukungan politik dari ahlul quwwah. Hingga kemudian tegak Daulah Islam di Madinah dimana kekuasaan dan keamanannya di tangan kaum muslimin secara utuh dan syariah Islam diterapkan secara menyeluruh.
Tegaknya Daulah Islam ini juga merupakan awal kebangkitan peradaban baru dunia yang mulia yang didasarkan pada prinsip tauhid, diatur oleh syariah Islam, disatukan oleh ukhuwah Islamiyah, dengan masyarakat istimewa yang menjadikan meraih ridho Allah SWT sebagai makna kebahagian yang hakiki. Peradaban ini kemudian menjadi peradaban agung dunia, yang menyinari dunia dengan kebaikan. Seperti yang ditulis oleh Carletton dalam ” Technology, Business, and Our Way of Life: What Next” : Peradaban Islam sanggup menciptakan negara adi daya dunia (superstate) terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim utara hingga tropis dengan ratusan juta orang di dalamnya , dengan perbedaan kepercayaan dan suku. Tugas kita untuk menegakkannya kembali ! (Farid Wadjdi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar